Hari Kedua: Focus Group Discussion tentang Plaster Cast dan Masa Depannya

Rabu, 26 Juni 2024 –  Agenda hari kedua adalah  Focus Group Discussion (FGD) tentang Plaster Cast dan Masa Depannya yang berlangsung di Ruang Sidang C. Diskusi yang dipandu oleh WAREK III, Dr. Rebecca Evelyn Laiya, MRE, ini menghadirkan berbagai tokoh penting dan akademisi, menciptakan dialog yang dinamis dan mendalam.
Peserta diskusi termasuk Ibu Ketua SPI Dr Sitasi Zagoto, MA; Rektor Universitas Nias Raya, Dr Martiman Sarumaha, M.Pd; Dosen Uniraya Bapak Agustin Sukses Dakhi, M.Pd; Perwakilan dari Pressing Matter Dr. Sadiah Boonstra, MA, MA; Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Ibu Anggreani Dakhi, S.P, M.Si.; Kepala Yayasan Museum Pusaka Nias, Pastor Dionisius Laia, OFMCap; Kepala Desa Hilisimaötanö Bapak Formil Dakhi; Kepala Desa Bawömataluo; Bapak Taruna Wau; Tokoh adat Orahili Fau; Bapak Ama Dian Wau; Tokoh adat Hilinawalö Bapak Ama Arwan Harefa; WAREK I, Restu Damai Laia, M.Pd; WAREK II, Samalua Waoma, S.E., M.M.; tokoh masyarakat seKepulauan tello, PDP. Arfan Nao Zamili, M.Sc., MA; dan beberapa dosen.
Pada diskusi diberikan empat pertanyaan pemantik yang telah disiapkan dan dibagi empat sesi sesuai dengan jumlah pertanyaan pemantik yang diberikan Pertanyaan pertama tentang pemahaman para peserta tentang kolonialisme. Dan hampir seluruh peserta mengatakan bahwa masa kolonialisme adalah masa yang sulit namun di sisi lain orang Nias juga memahami sesuatu yang baru termasuk agama. Namun yang terpenting bukanlah sejarah kolonialisme  melainkan dekolonisasi yaitu meluruskan sejarah masa lalu dan melakukan rekonsiliasi. 
Pertanyaan kedua adalah bagaimana masa depan cetakan gypsum wajah (plaster cast)  dari 64 orang Nias yang berada di museum Belanda yang merupakan satu bentuk hasil sejarah kolonialisme dimana cetakan wajah tersebut adalah hasil penelitian dari seorang antropolog fisik bernama Johannes Pieter Kleiweg de Zwaan  pada tahun 1901. Selain itu cetakan wajah tersebut tidak lagi dipajang di Museum karena dianggap menimbulkan isu rasis ?  Ada berbagai pandangan akan hal ini. Ada yang pesimis dengan masa depan cetakan wajah ini karena dipertanyakan manfaatnya. Ada yang mengatakan cetakan wajah ini tidak ingin diperlihatkan kepada generasi muda, karena cetakan wajah ini terlihat loyo dan tidak berdaya. Namun pada umumnya optimis dan bangga akan keberadaan cetakan wajah ini dan sepakat tetap dipertahankan dan dilestarikan, karena mereka kemungkinan besar orang-orang yang dicetak wajahnya adalah orang-orang yang mengorbankan dirinya untuk Nias.
Pertanyaan ketiga apakah sebaiknya cetakan 64 wajah tersebut dikembalikan ke Indonesia dalam hal ini ke Kepulauan Nias ? Kebanyakan dari peserta sepakat untuk dikembalikan karena cetakan wajah tersebut adalah bukti sejarah orang Nias juga meskipun ada sebagian kecil kurang sepaham karena belum tentu perawatannya juga sebaik di Eropa. 
Pertanyaan keempat Apakah dukungan yang dapat diberikan oleh Pemerintahan Belanda dan Pemerintah Daerah se-Kepulauan Nias? Dukungan dari pemerintah Belanda melalui Pressing Matter yaitu menjadikan hasil diskusi ini sebagai bukti bahwa masyarakat Nias menginginkan pengembalian cetakan wajah tersebut. Meskipun memang diingatkan oleh Ibu Sadiah perwakilan dari Pressing Matter bahwa proses pengembalian  akan panjang dan tidak mudah. Kontribusi dari Pemda se Kepulauan Nias dalam hal ini diwakili oleh Ibu Kadis Disbudparpora Kab Nias Selatan  yaitu membantu, mendorong dan mensosialisasikan tentang keberadaan 64 cetakan wajah orang Nias yang memiliki nilai sejarah  dan keinginan masyarakat Nias agar  cetakan wajah orang Nias tersebut dapat dikembalikan ke daerah asalnya yaitu Pulau Nias.
Diskusi berlangsung sangat dinamis dan intens. Notulensi dari diskusi ini akan dicetak dan ditandatangani oleh seluruh pihak yang terlibat dalam diskusi.
Kegiatan diakhiri berfoto dan makan siang bersama-sama.
Dokumentasi:

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *