Universitas Nias Raya Gelar Diskusi Ilmiah Warisan Budaya Nias Non Benda, Hadirkan Pakar Internasional

Universitas Nias Raya, 28 Juni 2025, Universitas Nias Raya sukses menyelenggarakan Diskusi Ilmiah bertajuk “Warisan Budaya Nias Non Benda” pada Sabtu, 28 Juni 2025. Acara yang digelar di Aula Kampus Universitas Nias Raya ini menghadirkan narasumber dari dalam dan luar negeri, di antaranya Rektor Uniraya Dr. Martiman S. Sarumaha, Barbara Titus (Associate Professor dari University Van Amsterdam), serta Rani Jambak (Komposer & Producer). Kegiatan ini dihadiri oleh Wakil Rektor III, Ketua SPI, sejumlah dosen, dan mahasiswa Uniraya.
Rektor Uniraya, Dr. Martiman S. Sarumaha dalam sambutannya menekankan bahwa warisan budaya Nias, seperti tradisi lisan hoho, harus didokumentasikan dan dilestarikan oleh generasi muda. “Selama ini, yang menulis tentang Nias justru orang Eropa. Kini, saatnya kita sendiri yang menceritakan identitas kita,” ujarnya. Ia juga menyoroti pentingnya kolaborasi dengan peneliti internasional untuk mengakses arsip budaya Nias yang tersimpan di Eropa.
Setelah sambutan dari Bapak Rektor, acara berlanjut dengan penyerahan cenderamata kepada dua narasumber utama dari luar dan dalam negeri sebagai bentuk apresiasi. Kemudian, suasana semakin meriah dengan penampilan tari kreasi dari UKM Kesenian Uniraya yang memukau para hadirin, disusul penampilan vokal solo seorang mahasiswa berbakat yang menyanyikan lagu bahasa Nias.
Bagian inti acara diisi dengan pemaparan materi dari tiga narasumber utama. Dr. Martiman S. Sarumaha membahas tentang nilai filosofis budaya Nias, dilanjutkan oleh Barbara Titus dari University Van Amsterdam yang mempresentasikan dokumentasi warisan budaya Nias di Eropa. Rani Jambak, seorang komposer, menutup sesi materi dengan berbagi pengalaman transformasi budaya tradisional menjadi karya kontemporer.
Barbara Titus, pakar musikologi budaya dari Belanda, mempresentasikan rekaman suara asli Nias yang direkam di desa Hilisimaetanö pada april tahun 1930 oleh Jaap Kust. “Rekaman ini adalah bukti nyata kekayaan budaya Nias. Sayangnya, banyak dari arsip ini sulit diakses masyarakat Nias. Inilah mengapa dokumentasi dan penelitian lokal sangat penting,” jelasnya.
Rani Jambak, meski berasal dari Minangkabau, memberikan perspektif segar tentang pelestarian budaya. Ia menekankan pentingnya dokumentasi dan inovasi dalam menjaga warisan tradisi, termasuk penggunaan teknologi untuk mengembangkan kesenian lokal. Presentasinya menunjukkan bagaimana elemen budaya tradisional dapat diadaptasi ke dalam bentuk kontemporer tanpa kehilangan nilai aslinya. “Hoho bukan sekadar tradisi lisan, tapi bisa diolah menjadi musik kontemporer agar lebih menarik bagi generasi muda,” ujarnya. Ia mendorong mahasiswa untuk berani bereksperimen dengan budaya Nias tanpa meninggalkan akar tradisinya.
Dr. Sitasi Zagoto, M.A., Ketua SPI, memberikan tanggapannya bahwa tradisi lisan seperti hoho harus terus dipertunjukkan agar tidak punah. “Kami berharap mahasiswa tidak hanya meneliti, tapi juga mempraktikkan budaya ini dalam kehidupan sehari-hari,” ujarnya.
Acara ini juga diisi dengan sesi tanya jawab interaktif. Raihfan Lature, mahasiswa Prodi Bahasa Inggris, menyampaikan kekhawatirannya tentang minimnya regenerasi pelaku budaya. “Banyak anak muda yang tertarik, tapi kurang mendapat dukungan dari keluarga dan pendidikan,” ungkapnya. Pertanyaan serupa disampaikan Masaria Ndruru mengenai cara mengintegrasikan budaya Nias ke dalam sistem pendidikan. Dan pertanyaan dari Sirius Zagoto yang menanyakan strategi mengajarkan warisan budaya tak benda di sekolah berdasarkan pengalamannya sebagai pengajar muatan lokal.
Dr. Martiman S. Sarumaha menanggapi dengan menekankan perlunya pendekatan multidisiplin. “Budaya bisa dipelajari melalui sains, hukum, ekonomi, bahkan teknologi. Mahasiswa harus aktif meneliti dan mendokumentasikannya,” tegasnya.
Bapak Sesuaikan Sarumaha, M.Pd, selaku penutup acara, menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang terlibat. “Diskusi hari ini membuka wawasan baru. Kami berharap kerja sama seperti ini terus berlanjut untuk melestarikan budaya Nias,” tuturnya.
Kegiatan ini tidak hanya memperkaya pengetahuan peserta, tetapi juga menjadi langkah awal bagi Uniraya untuk memperkuat perannya dalam pelestarian budaya Nias. Dengan semangat “Beredab & Mencerdaskan Bangsa”, Uniraya berkomitmen untuk terus memajukan warisan budaya melalui pendidikan dan penelitian. (MD, YL)

Dokumentasi:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *